Magic of Story Telling, Cara Mudah Mengarahkan Cara Pikir Orang Lain


Manusia suka mempergunakan imajinasinya, meski sebagian lagi akan menyangkal hal itu. Manusia juga suka mempergunakan pikiranya sendiri untuk menterjemahkan segala hal dalam kehidupanya, memberinya makna, mengatikan berbagai kejadian, dan berbagai hal terkait penyimpulan atau pendeskripsian sesuatu.
Bukan hal baru lagi kalau manusia tidak suka dinasehati, meski pun pada saat-saat mereka memerlukan nasehat.



Dinasehati atau digurui membuat manusia merasa dirinya lebh rendah, dan bahkan direndahkan oleh orang yang menasehati atau mengguruinya, dan hal ini menyebabkan egonya, kebutuhan untuk menjadi superior dan kebutuhan akan kebanggaan menjadi berkurang. Bahkan manusia sangat mudah menjadi tersinggung, bahkan marah atas nasehat yang diberikan padanya, yang bisa jadi sangat memberdayakanya.

Hal ini sudah menjdai kecenderungan dasar alamiah manusia, dan sebagai komunikator, sebagai operator mind control kita tidak akan “membenturkan” diri dengan kecenderungan alami ini, keseluruhan prinsip dasar persuasi yang efektif, baik itu hipnotis terselubung dan Hitler Effect tidak akan mengabaikan kecenderungan alami ini, justru memanfaatkanya dalam persuasi dan komunikasi, sehingga menghasilkan efek dan outcome yang diinginkan.


Bentuk komunikasi dan persuasi yang elegan adalah bentuk komunikasi yang mempergunakan segenap kondisi objek untuk mencapai tujuan kita (utilisasi) dan melakukanya dengan terselubung.
Pertanyaanya kemudian, bagaimanakah kita bisa melakukan persuasi yang dahsyat tanpa menyinggung salah satu kebutuhan dasar manusia untuk merasa bangga, kecenderungan untuk selalu melindungi dirinya (ego defence mechanism), melakukanya dengan terselubung, tanpa mereka ketahui atau sadari, namun menghasilkan outcome yang kita inginkan?

Jawabanya tentu adalah story telling.

Cerita dan analogi memiliki kekuatan yang sangat dahsyat, memiliki efek transformatif yang tajam, dan merupakan salah satu metode persuasi dan komunikasi yang sangat elegan. Hampir tidak ada pembicara unggul yang melewatkan teknik ini dalam praktik komunikasinya.

Anda pasti telah mengetahui popularitas buku Chicken Soup for The Soul dari Jack Canfiled, Si Cacing dan Kotoran Kesayanganya serta berbagai buku sejenis (berbentuk cerita-cerita dan anekdot) yang memiliki tingkat penjualan yang sangat tinggi, meramaikan setiap toko buku dan menjadi incaran dimana-mana.

Apakah penyebabnya?

Pertama, tentu saja karena dengan disampaikan dalam bentuk cerita, tidak ada yang akan merasa digurui atau dinasehati, membaca motivasi dan buku-buku self-help yang disajikan dalam bentuk cerita memungkinkan setiap pembaca tetap merasa nyaman, dengan dirinya sendiri, bukan mengasosiasikan ketidak nyamanan pada penulis (dan pembicara).

Kedua, cerita dan analogi akan memancing transderivational search seseorang, membuat seseorang melakukan ‘perjalanan ke dalam dirinya sendiri’, memergunakan imajinasinya secara bebas, kemudian menemukan sendiri “nasehat” yang diperlukanya, sehingga dia menasehati dirinya sendiri.

Ketiga, menemukan sendiri makna, arti dan “nasehat” dalam sebuah cerita menjadi sebuah bentuk kebanggaan pada sanga pembaca atau pendengar, dan membuatnya senang.
Keempat, cerita dan analogi juga akan memancing emosi untuk ikut terlibat, sehingga kemungkinan internalisasi sebuah nilai atau “pesan” akan lebih tinggi, pesan yang didaptakan akan lebih mudah masuk ke pikiran bawah sadar.

Kelima, mempergunakan cerita (yang menarik) juga akan lebih menarik sehingga fokus dan konsentrasi yang didapat saat mendengarkan sebuah cerita menjadikan sang pendengar atau pembaca mengalami light trance.
Segitu saja, dan semua alasan itu cukup untuk menjadikan penyampaian pesan melalui media cerita cukup efektif, efisien dan kuat pengaruhnya.

Sebuah cerita dan analogi memang sengaja disusun untuk mengarahkan cara pikir dan kesimpulan seseorang, mengarahkan asosiasinya. Bagaimana sebuah ide (misalkan; persahabatan, memaafkan, membenci, mendendam dan lain sebagainya) dibungkus dalam sebuah cerita, alur cerita, penokohan, prolog, epilog, bagaimana ceritanya disampaikan (dengan embedded commands), bagaimana penokohanya, ending dan detail lainya akan sangat menentukan ide apa yang diterima oleh penbaca atau pendengar.

Jika anda ingin membuat seseorang berpikir bahwa saling membantu bukanlah hal yang baik (misalkan saat seseorang membantu musuh anda), maka sampaikan sebuah cerita bagaimana upaya dan niat membantu malah berakhir dengan ending menyedihkan. Contoh ceritanya, misalkan seorang yang berusaha membantu ‘persalinan’ kupu-kupu dengan silet malah membuatnya mati. Namun jika anda ingin seseorang menginternalisasikan betapa pentingnya saling menolong, maka menyampaikan cerita bagaimana bantuan seteguk air memperpanjang kehidupan seorang pria yang tersedak bisa membantu, atau misalkan dengan cerita fenomenal Pay It Foreward.

Bagaimana ending sebuah cerita memang menentukan bagaimana kesimpulan yang akan diambil oleh pendengar/ pembaca, namun lebih penting lagi adalah bagaimana sebuah cerita disampaikan dengan semaksimal mungkin mempengaruhi emosi pendengar, lihat respon psiko-fisiknya, perhatikan keterlibatan dan fokusnya dalam cerita tersebut, dan anda akan tahu bagaimana dia akan menyimpulkan cerita yang anda sampaikan, dan sedalam apa kesimpulan tersebut mempengaruhinya.

Buat atau pilihlah cerita dengan  kejelian, dan sampaikan dengan selera seni yang tinggi, maka pikiran pendengar anda akan dengan mudah dipengaruhi olehnya, membuatnya menginternalisasikan sendiri  ide-ide yang memang ingin anda tanamkan.

Dalam artikel berikutnya, saya akan menyampaikan bagaimana secara spesifik dan aplikatif teknik ini bisa diterapkan.

Penulis : Putu Yudiantara ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Magic of Story Telling, Cara Mudah Mengarahkan Cara Pikir Orang Lain ini dipublish oleh Putu Yudiantara pada hari Jumat, 28 September 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Magic of Story Telling, Cara Mudah Mengarahkan Cara Pikir Orang Lain