The Magic of Victims-Club


Salah Satu Metode Manipulasi Pikiran Andalan Adolf Hitler
Setelah beberapa hari saya tidak membagikan trik dan tips persuasi pada anda, sekarang saya akan membagikan sebuah metode yang lebih advance untuk anda, sebagai perwujudan rasa bersalah saya, dan menyenangkan anda para pengunjung website ini. Saya akan memberikan bocoran tentang Hitler Effect, metode manipulasi dan pengendalian pikiran andalan MindControlScool.com.

Saya akan mengawali artikel ini dengan sebuah fenomena, fenomena yang banyak diantara anda mungkin sempat saksikan.



Jika anda orang Bali, lebih spesifik lagi, orang Denpasar, atau lebih spesifik lagi, orang Renon, dan telah lama tinggal di Jakarta, kemudian bertemu sesama orang Renon, maka apa yang terasa? Seketika itu anda akan merasakan kedekatan dan keterhubungan batin dengan orang tersebut bukan?

Jika anda, pernah bekerja di sebuah perusahaan, dan kemudian keluar dari perusahaan tersebut karena perlakuan tidak mengenakan atasan di perusahaan bersangkutan, apa yang terjadi? Seketika ada kedekatan batin tumbuh antara anda dengan orang bersangkutan.

Apa yang menyebabkan demonstrasi antar sesama warga korban lumpur Lapindo? Karena memiliki kesamaan dalam hal sama-sama menjadi ‘korban’ atas musibah tersebut.

Apa yang menyebabkan Hitler berhasil mempersuasi dan mempengaruhi rakyat Jerman untuk mendukungnya sebagai penguasa? Hitler memainkan permainan yang sangat berbahaya, menempatkan mereka semua sebagai korban, korban atas kekalahan dalam perang dunia pertama yang membuat mereka mengalami semua penderitaan yang sedang dialaminya.

Luka masa lalu dan rasa sakit yang pernah dialami merupakan senjata yang sangat ampuh jika digunakan untuk ‘menggerakan’ pemikiran orang lain. Bahkan terlalu ampuh untuk dilewatkan dalam proses persuasi dan mind control anda.

Mengumpulkan orang-orang dalam satu kelompok, terutama kelompok korban akan membuat mereka memiliki satu rasa dan kebersamaan. Mereka tiba-tiba akan menjadi satu keluarga sekaligus sahabat dekat, sebab mereka sama-sama merasa dimengerti oleh yang lainya, karena memiliki latar belakang pengalaman yang sama. Mereka merasakan kenyamanan untuk saling bercerita dan berbagi pengalaman mereka dengan orang yang telah sama-sama mengalaminya.

Selain menciptakan kedekatan emosional yang instan, menciptakan kebersamaan dan kesamaan, mereka juga merasa saling memahami, dan saling mengerti, meski mungkin kenyataanya tidak. Semua itu menggiring pada kenyamanan emosional berada dalam komunitas tersebut. Maaf, saya harus mengulangi penjabaran poin pentingnya.

Hal lainya, mereka bisa sama-sama merasakan lonjakan emosional. Mereka bisa sama-sama ‘menikmati’ emosi dengan intensitas yang sama, yang lagi-lagi hal ini menguatkan chemistry yang telah terjalin antara mereka.

Dalam lonjakan emosional yang tinggi dan rasa kebersamaan yang membangun kepercayaan satu dengan yang lain, maka pertimbangan rasional menjadi makin lemah dan tingkat sugestibilitas (kemampuan menerima sugesti/ keterbukaan untuk dipengaruhi) juga menjadi semakin tinggi. Hal ini adalah kesempatan emas untuk menanamkan ide-ide baru pada mereka.

Bahkan para teroris pun menerapkan salah teknik ini sebagai salah satu teknik pencucian otak dan manipulasi pikiran mereka. Mereka (para Teroris itu) memainkan permainan yang juga dimainkan oleh Hitler.
Lihatlah, bagaimana para teroris sama-sama menjadi seorang muslim yang telah dianiaya dan diperlakukan secara tidak adil oleh pihak Amerika. Mereka sama-sama menjadi korban kekejaman dan kekuasaan Amerika, yang kemudian, tumbuh diantara mereka kebencian mendalam pada Amerika dan rasa kasihan pada Muslim lainya, yang tinggal di Palestina. Dalam setiap rekamannya, mereka senantiasa meneriakan hal ini.

Jika anda, yang membaca sejauh ini adalah seorang Muslim, mungkin ada yang kemudian bereaksi membenarkan betapa tidak adilnya Amerika dan betapa menderitanya Kaum Muslimin Palestina. Jika demikian, berarti anda telah membuktikan sendiri bagaimana kuatnya daya dorong yang dihasilkan oleh Victims-Club ini, bukan?

Saya tidak sedang berbicara mengenai agama, kalangan agamais atau kebijakan antar bangsa. Saya sedang melakukan analisis psikologis, dan mohon jangan sampai ada kesalah pahaman.

Menempatkan semua masyarakat Jerman sebagai sesama korban perang, memerankan diri sebagai sang penyelamat, dan menumbuhkan kebencian pada Kaum Yahudi sebagai penyabab semua penderitaan itu membuat Hitler sukses menjadi penguasa Jerman.

Luka yang paling mendalam adalah senjata yang paling hebat dalam melakukan mind control.
Lalu bagaimana halnya dengan memanipulasi pikiran orang lain secara personal (bukan grup atau kelompok)?

Tujuan dari vintims-club adalah untuk merasakan kebersamaan, kesamaan (pacing), perasaan saling memahami dan kepercayaan dari pihak “lawan”. Dalam setting komunikasi yang face-to-face anda bisa menempatkan diri anda dan objek anda dalam ‘satu club’. Anda bisa menempatkan diri anda sebagai orang yang sama-sama pernah mengalaminya.

Apakah ini juga berarti berbohong?

Bisa iya, namun tidak harus, sama sekali tidak harus. Membangkitkan sensasi emosional tidak harus dilakukan dengan mengalami satu pengalaman yang persis sama. Anda bisa mengalami hal lain yang memang dekat dengan pengalaman nyata yang pernah anda alami, yang juga mendorong sensasi emosional yang sama.

Anda tidak harus menjadi korban kebangkrutan sebuah perusahaan untuk bisa sama-sama berada dalam victim club. Karena yang anda perlukan adalah emosinya, bukan pengalamanya. Esensi perasaan yang dihadirkan kebangkrutan bisnis bisa sangat beragam; rasa malu pada lingkungan, rasa bersalah pada keluarga (mungkin perusahaan warisan orang tua yang bangkrut sehingga merasa bersalah pada orang tua karena tidak bisa menjaga perusahaan), ketakutan pada jaminan masa depan, dan berbagai kemungkinan lainya.

Hal pertama yang harus anda lakukan setelah anda menemukan substansi emosional dari pengalaman itu adalah mencari-cari pengalaman yang serupa dan menggiringnya pada kondisi emosional yang persis sama. Misalkan saja, kondisi emosional dari kebangkrutan adalah rasa malu pada kolega, maka anda bisa mencari pengalaman yang membuat anda merasa malu pada kolega anda, kemudian yang menjadi fokus pembicaraan adalah rasa malu pada kolega tersebut.

Menggiring objek anda untuk masuk ke victim club memerlukan  kelihaian untuk memancing dan menganalisa emosi di balik pengalaman. Melakukanya sama seperti bermain pedang, yang bisa menusuk korban anda tepat di jantungnya, atau bisa juga malah anda yang tertusuk.

Praktikan mulai dari orang-orang terdekat anda, dan kembangkan skill sampai anda bisa mempraktikanya pada setiap orang, dan kemudian anda akan menemukan bagaimana cara mempraktikanya pada kelompok atau masyarakat, lembaga bahkan negara.

Penulis : Putu Yudiantara ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel The Magic of Victims-Club ini dipublish oleh Putu Yudiantara pada hari Rabu, 26 September 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan The Magic of Victims-Club